TUGAS 3
1.
PENDAHULUAN
Penanaman
modal merupakan segala kegiatan menanamkan modal, baik oleh penanam modal dalam
negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki
sumber daya alam melimpah dari pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan,
maupun pertambangan. Tidak serta merta sumber daya alam melimpah, dapat diambil
dengan sendirinya ataupun diolah. Perlu dibangun infrstruktur sarana prasarana
dalam mengolahnya oleh negara indonesia melalui pemerintah. Untuk itu,
timbulnnya keinginan untuk menarik investor, yang dimulai sejak jaman
orde baru hingga sekarang. Tetapi Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia
mengalami krisis moneter. Krisis moneter ini diawali dengan terdefresiasinya nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Defresiasi nilai tukar rupiah
makin tajam sehingga krisis moneter yang terjadi tersebut berlanjut menjadi
krisis ekonomi yang dampaknya terasa hingga saat ini.sehingga investor asing
enggan menaruh investasinnya lagi dan Pertumbuhan ekonomi berjalan sangat
lambat.
Salah
satu cara untuk membangkitkan atau menggerakkan kembali perekonomian nasional
seperti sediakala sebelum terjadinya krisis ekonomi adalah kebijakan mengundang
masuknya investasi di Indonesia. Investasi, khususnya investasi asing sampai
hari ini merupakan faktor penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan
ekonomi. Harapan masuknya investasi asing dalam kenyataannya masih sulit untuk
diwujudkan. Faktor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan
pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya, antara lain : Pertama
faktor Sumber Daya Alam, Kedua faktor Sumber Daya Manusia, Ketiga
faktor stabilitas politik dan perekonomian, guna menjamin kepastian dalam
berusaha, Keempat faktor kebijakan pemerintah, Kelima faktor
kemudahan dalam perizinan.
Tetapi
dengan masuknya perusahaan asing ini dalam kegiatan investasi di Indonesia
dimaksudkan sebagai pelengkap untuk mengisi sektor-sektor usaha dan industri
yang belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak swasta nasional, baik
karena alasan teknologi, manajemen, maupun alasan permodalan. Modal asing juga
diharapkan secara langsung maupun tidak langsung dapat lebih merangsang dan
menggairahkan iklim atau kehidupan dunia usaha dalam berbagai bidang usaha,
serta dapat dimanfaatkan sebagai upaya menembus jaringan pemasaran
internasional melalui jaringan yang mereka miliki. Selanjutnya modal asing
diharapkan secara langsung dapat mempercepat proses pembangunan ekonomi
Indonesia.
2.
MASALAH
1. Apa peranan
penanaman modal asing bagi negara berkembang?
2. Faktor
apa yang menyebabkan investor asing enggan masuk ke Indonesia?
3. Bagaimanakah
penyelesaian sengketa dalam penanaman modal asing?
3. PEMBAHASAN
A. PERANAN
PENANAMAN MODAL ASING BAGI NEGARA BERKEMBANG
Secara garis besar, penanaman modal asing
terhadap pembangunan bagi negara sedang berkembang seperti negara
Indonesia dapat diperinci menjadi lima hal yaitu :
-
Sumber dana eksternal (modal
asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk
mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
-
Pertumbuhan ekonomi yang
meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan.
-
Modal asing dapat berperan
penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi struktural.
-
Kebutuhan akan modal asing
menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi
meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif.
-
Bagi negara-negara sedang
berkembang yang tidak mampu memulai membangun industri-industri berat dan industri
strategis, adanya modal asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan
pabrik-pabik baja, alat-alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan
sebagainya.
Selama
ini investor domestik di negara sedang berkembang yang enggan melakukan usaha yang
beresiko tinggi seperti eksploitasi sumber-sumber daya alam yang belum dimanfaatkan
dan membuka lahan-lahan baru, maka hadirnya investor asing akan sangat
mendukung merintis usaha dibidang-bidang tersebut. Adanya pengadaan prasarana
negara, pendirian industri-industri baru, pemanfaatan sumber-sumber baru,
pembukaan daerah-daerah baru, akan membuka kecenderungan baru yaitu
meningkatkan lapangan kerja. Sehingga tekanan pendudukan pada tanah pertanian
berkurang dan pengangguran dapat diatasi. Inilah keuntungan sosial yang
diperoleh adanya kehadiran investor asing. Adanya transfer teknologi
mengakibatkan tenaga kerja setempat menjadi terampil, sehingga meningkatkan
marginal produktifitasnya, akhirnya akan meningkatkan keseluruhan upah riil.
Semua ini menunjukkan bahwa modal asing cenderung menaikkan tingkat
produktifitas, kinerja tenaga kerja Negara tujuan penanaman modal dan
pendapatan nasional.
B. KENDALA
INVESTASI ASING DI INDONESIA
Adanya
keengganan masuknya investasi asing dan adanya indikasi relokasi investasi ke
negara lain disebabkan karena tidak kondusifnya iklim investasi di Indonesia
dewasa ini. Apabila ditinjau dari Undang-Undang Penanaman Modal, sudah dapat
dikatakan bahwa Undang-undang tersebut mencakup semua aspek penting, seperti
pelayanan, koordinasi, fasilitas, hak dan kewajiban investor, ketenagakerjaan,
dan sector-sektor yang dapat dimasuki investor. Hal tersebut diupayakan secara
maksimal agar terjad peningkatan investasi di Indonesia dari sisi pemerintah
dan kepastian berinvestasi dari sisi pengusaha/investor. Beberapa poin penting
dalam Undang-Undang Penanaman Modal, diantaranya adalah pada bab I pasal 1
Nomer 10 terkait pelayanan terpadu satu pintu. Yang artinya bahwa system
pelayanan tersebut diharapkan dapat mengakomodasi keinginan investor/pengusaha
untuk memperoleh pelayanan yang lebih efisien, mudah, dan cepat. Sehingga bagi
manca Negara yang ingin berinvestasi disebuah wilayah Indonesia, tidak perlu
lagi menunggu dengan waktu yang lama untuk memperoleh izin berinvestasi di
Indonesia, bahkan tidak perlu lagi mengeluarkan biaya pajak maupun pungutan
lain akibat panjangnya jalur birokrasi.
Kepastian
hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal yang
terdapat dalam pasal 4 Nomer 2b, belum sepenuhnya terlaksana. Hasil studi
LPEM-FEUI (2001) menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi pengusaha dalam
melakukan investasi di Indonesia selain persoalan birokrasi, ketidakpastian
biaya investasi yang harus dikeluarkan serta perubahan peraturan pemerintah
daerah yang tidak jelas atau muncul tiba-tiba, juga kondisi keamanan, social
dan politik Indonesia. Bahkan, World Economic Forum (2007), menunjukkan dari
131 negara, Indonesia berada dalam urutan ke-93 mengenai perlindungan bisnis.
Kendala perijinan penanaman modal di Indonesia, juga menjadi penghambat. Karena
izin investasi tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi
harus menjadi satu paket dengan izin-izin lain yang secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi kegiatan usaha dan menentukan untung-ruginya
suatu usaha. Misalnya di sector perhotelan, jumlah izin yang diperlukan
mencapai 37 buah, karena setiap bagian dari hotel harus memiliki izin khusus
dari departemen yang terkait. Kondisi perizinan penanaman modal yang rumit ini,
seringkali membuat para penanam modal membatalkan niatnya untuk berinvestasi di
Indonesia. Meskipun pelayanan terpadu satu pintu sudah diterapkan.
Hasil
survey World Economic Forum (WEF) tahun 2007 menunjukkan, bahwa 8.5% dari
jumlah pengusaha di Indonesia yang menjadi responden mengatakan bahwa
permasalahan utama mereka adalah peraturan ketenagakerjaan yang restriktif,
10.7% mengeluhkan ketidakstabilan kebijakan, dan 16.1% mempermasalahkan
birokrasi yang tidak efisien. Khusus masalah birokrasi, yang tercerminkan oleh
antara lain prosedur administrasi dalam mengurus investasi seperti perizinan,
peraturan atau persyaratan lainnya yang berbelit-belit dan langkah prosedurnya
yang tidak jelas. Hal ini merupakan masalah klasik yang membuat investor enggan
berinvestasi di Indonesia. Sehingga permalahan ini menjadi kendala tertinggi
penanaman modal asing di Indonesia. Masalah ini bukan hanya membuat banyak
waktu yang terbuang, tetapi besarnya biaya yang harus ditanggung oleh pengusaha
atau calon investor. Diantara Negara-negara ASEAN, hasil survey WEF menunjukkan
Indonesia berada pada posisi ke-3 setelah Singapura dengan birokrasi yang
paling efisien atau biaya birokrasi paling murah (tidak hanya di ASEAN tetapi
juga dunia menurut versi WEF) dan Malaysia.
C. PENYELESAIAN
SENGKETA PENANAMAN MODAL
Undang-undang
penanaman modal juga mengatur mengenai penyelesaian sengketa penanaman modal.
Aturan tersebut terdapat dalam bab XV pasal 32. Pasal tersebut berbunyi:
-
Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman
modal antara pemerintah dengan penenam modal, para pihak terlebih dahulu
menyelesaikan sengketa tersebut melalui mufakat.
-
Dalam hal penyelesaian
sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian
sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternative penyelesaian
sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-
Dalam hal terjadi sengketa
dibidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal dalam negeri,
para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan
kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak
disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan.
-
Dalam hal terjadi sengketa di
bidang penanaman modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut
melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.
Kompetensi
absolute arbitrase untuk menyelesakan suatu perkara bergantung pada perjanjian
arbitrase yang dibuat oleh para pihak. Ada dua bentuk perjanjian arbitrase, yakni
factum de compromitendo dan akta kompronis. Di dalam factum de compromitendo,
para pihak yang membuat kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin
timbul melalui forum arbitrase. Perjanjian arbitrase ini melekat pada suatu
perjanjian yang dibuat para pihak, seperti perjanjian usaha patungan dan
keagenan. Oleh karena ia merupakan bagian dari suatu perjanjian tertentu, maka
ia disebut sebagai klausul arbitrase.
Pada
saat mereka mengikatkan diri dan menyetujui klausul arbitrase sama sekali belum
terjadi sengketa atau perselisihan. Klausul arbitrase dipersiapkan untuk
mengantisipasi perselisihan yang mungkin timbul pada waktu yang akan dating.
Jadi, sebelum terjadi perselisihan para pihak telah bersepakat dan mengikatkan
diri untuk menyelesaikan perselisihan yang akan terjadi oleh arbitrase.
Bentuk
perjanjian yang kedua adalah akta kompronis atau compromise settlement
(perdamaian yang dicapai di luar pengadilan). Akta kompronis ini dibuat setelah
timbul perselisihan antara para pihak. Setelah para pihak mengadakan
perjanjian, dan perjanjian sudah berjalan, kemudian timbul perselisihan.
Sebelumnya, baik dalam perjanjian yang bersangkutan ataupun akta tersendiri,
tidak diadakan perjanjian arbitrase. Dalam kasus seperti ini, apabilapara pihak
menghendaki agar perselisihan diselesailkan malalui forum arbitrase, mereka
dapat membuat perjanjian untuk itu. Dewasa ini sudah ada pengaturan yang tegas
berkaitan dengan kompetensi absolute arbitrase. Pengaturan tersebut terdapat
dalam Undang-Undang No 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Berdasarkan undang-undang ini arbitrase di Indonesia
memiliki kedudukan dan kewenangan yang semakin jelas dan kuat. Pasal 3
Undang-Undang No 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berhak
untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian
arbitrase.
Dengan
demikian, pengadilan tidak berwenang untuk mencampuri suatu sengketa bilamana
dicantumkan sebuah klausul arbitrase dalam suatu kontrak. Tujuan arbitrase
sebagai alternative bagi penyelesaian sengketa melalui pengadilan akan menjadi
sia-sia manakala pengadilan masih bersedia memeriksa sengketa yang sejak semula
disepakati diselesaikan melalui arbitrase. Larangan campur tangan pengadilan
itu hanya untuk menegaskan bahwa arbitrase adalah sebuah lembaga yang
independen. Sehingga pengadilan wajib untuk menghormati lembaga arbitrase.
Meskipun arbitrase merupakan suatu lembaga independen yang terpisah dari
pengadilan, tidak berarti bahwa tidak ada kaitan erat diantara keduanya.
Lembaga arbitrase membutuhkan dan bergantung pada pengadilan, misalnya dalam
pelaksanaan putusan arbitrase.
4.
KESIMPULAN
A. Hadirnya
investor asing akan sangat mendukung merintis usaha-usaha seperti mendirikan
pabrik-pabik baja, alat-alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan
sebagainya. Hal tersebut akan membuka kecenderungan baru yaitu meningkatkan
lapangan kerja.
B. Banyak
faktor yang menyebabkan timbulnya keengganan masuknya investasi asing ke
Indonesia. Faktor-faktor yang dapat menjadi pendukung masuknya arus investasi
ke sebuah negara, seperti jaminan keamanan, stabilitas politik, dan kepastian
hukum, yang tampaknya menjadi permasalahan tersendiri bagi pemerintah
Indonesia. Ketidakkonsistenan penegakkan hukum masih menjadi faktor penghambat
daya tarik Indonesia bagi investasi asing.
C. Adanya
undang-undang penanaman modal yang mengatur penyelesaian sengketa penanaman
modal. Aturan tersebut terdapat dalam bab XV pasal 32.
5. SARAN
A. Agar
implementasi penanaman modal asing ataupun dalam negeri harus dimonitor secara
ketat guna kelancaran investasi.
B. Agar
pemerintah lebih konsisten dalam penegakkan hukum
C. Agar
pemerintah pusat lebih memperhatikan undang-udang atau kebijakan lain yang
sejalan atau mendukung adanya penanaman modal asing di Indonesia.
6. REFERENSI
-
Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 Tentang Penanaman Modal.
-
Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
-
Curry, Jeffry Edmund. 2001,
Memahami Ekonomi Internasional, Memahami Dinamika Pasar Global, Penerbit PPM,
Jakarta
-
Dirdjosisworo, Soedjono.
1999, Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia, cetakan Pertama,
CV. Mandar Maju
-
Hartono, Sri Redjeki. 2007,
Hukum Ekonomi Indonesia, cetakan Pertama, Bayumedia Publishing, Malang
-
Hollis B, Chenery dan Carter,
Nicholas G. 1973, Foreign Assistance and Development Performance, 1960-1970,
American Economic Review, vol 63, No.2, Mei 1973
-
Jatmika, Sidik. 2001, Otonomi
Daerah, Perspektif Hubungan Internasional, Biagraf Liberty, Yogyakarta.
-
Kartadjoemana, H.S. 1996,
GATT DAN WTO, Sistem, Forum dan Lembaga Internasional dibidang Perdagangan,
cetakan Pertama, Universitas Indonesia
-
Rajagukguk, Erman, et.al.
1995, Hukum Investasi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok
-
Tulus Tahi Hamonangan
Tambunan, Dkk. 2007, Jurnal Hukum Dan Bisnis Volume 24-No 4 Tahun 2007. ISSN:
0852/4912. Yayasan Pemgembangan Hukum Bisnis: Jakarta
7. NAMA
KELOMPOK/NPM
-
Annisa Oktafiyani / 20212969
-
Bunga Ika Sari / 21212527
-
Novi Yanti / 25212393
-
Putri Kusumandari / 25212771
Tidak ada komentar:
Posting Komentar